Melawan Kebencian dengan Narasi Alternatif
Pada tanggal 22 dan 23 Desember 2021, saya berkesempatan menghadiri Lokakarya bertajuk Menyusun Narasi Toleransi dan Perdamaian yang diselenggarakan oleh Wahid Foundation dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Lokakarya ini diadakan untuk menangkal narasi kebencian ataupun hoax dan mitos yang beredar di luar sana yang bebrtujuan untuk menyebar kebencian. Acara ini pun diawali dengan pengenalan terhadap apa itu narasi negatif dan mengenali bentuk-bentuk narasi dehumanisasi terhadap kelompok agama dan etnis tertentu.
Sebagai content creator, saya memang memiliki kegelisahan sendiri terhadap bagaimana kita menangkal narasi negatif. Seringkali kita marah dan menggunakan argumen yang tidak mendasar dan cenderung memaki-maki orang yang kita serang kembali. Saya pun menyadari bahwa saya seringkali pun juga menyerang menggunakan emosi untuk merasa paling benar. Kita menggunakan pelabelan untuk membandingkan diri dengan orang lain.
Saya pikir lokakarya tentang narasi toleransi dan perdamaian adalah tentang membuat konten dan tools apa saja yang bisa digunakan seperti Canva dan lainnya. Namun lokakarya ini adalah tentang kontennya itu sendiri, bukan hiasan yang digunakan pada konten, dalam artian pesan apa yang ingin kita sampaikan dalam konten.
Dalam lokakarya kami diajak mengenali narasi negatif, bahkan kami membuat narasi negatif itu sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah kita dengar dari orang sekitar kita. Selanjutnya kami diajak mengenali narasi induk. Narasi induk biasanya bersifat menyejarah dan benar-benar tertanam dalam budaya suatu masyarakat. Narasi induk juga merupakan narasi umum yang telah diketahui kebanyakan orang karena merupakan dasar suatu ideologi atau kepercayaan.
Dari narasi induk, kita bisa membuat kontra narasi dan narasi alternatif. Kontra narasi sendiri dapat diartikan sebagai narasi yang sengaja disusun dan dibuat dengan maksud menandingi atau mengecilkan pengaruh narasi negatif yang bernada intoleran dan ekstrem. Adapula beberapa bentuk kontra narasi seperti reframing, kontra analogi dan kontra tujuan strategis.
Sedangkan narasi alternatif adalah narasi yang narasi yang berisi pesan-pesan damai yang berdiri sendiri. Narasi ini tidak merespons atau melawan narasi spesifik, melainkan berusaha memengaruhi perdebatan publik dengan mengajukan alternatif gagasan dan mengubah arah perdebatan sesuai dengan framing yang diusulkan. Perlu dicatat bahwa narasi alternatif berkelindan dengan kontra-narasi. Sementara kontra-narasi disusun sebagai reaksi terhadap narasi tertentu, narasi alternatif berpijak pada perdebatan narasi dan kontra-narasi untuk menuju narasi yang lebih besar dan berjangka panjang untuk toleransi dan humanisme.
Menurut hemat saya, menyusun narasi alternatif adalah cara yang lebih adem untuk mencapai tujuan awal kita yaitu perdamaian dan konsensus bersama. Kita tak akan bisa menemukan sebuah pemahaman bersama ketika kita membalas narasi negatif dengan pelabelan. Contohnya ketika Hillary Clinton menghina pendukung Donald Trump dengan sebutan deplorables (orang yang memalukan), atau ketika jaman pemilu Indonesia, masyarakat terbagi dalam dua kubu dengan sebutan ‘kadrun’ dan ‘kampret.’
Sejak lama saya memang tidak suka bentuk pelabelan ini karena terkesan kekanak-kanakan tentunya dan akhirnya kita tidak produktif. Kita tidak menemukan ide dan gagasan bersama yang bisa kita raih bersama.
Tentu saja menggunakan emosi untuk membangun narasi akan lebih banyak dukungan berupa like, share dan retweet, tapi itu tidak memberikan titik temu yang dapat disepakati bersama. Bbahkan jika narasi itu sendiri berpihak pada kita.
Contohnya ketika ada publik figur yang menyatakan ia tidak ingin memiliki anak. Banyak yang ikutan mendukung namun dengan alasan seperti bumi sudah overpopulasi. Alasan ini cenderung menyalahkan orang lain yang memiliki anak, padahal konsep overpopulasi ini datang dari negara global utara yang merasa negara global selatan akan menghabiskan sumber daya alam mereka, sehingga mereka menggunakan istilah ini untuk menekan angka kelahiran, hingga mengatur organ reproduksi perempuan menggunakan alat kontrasepsi. Seperti apa yang dilakukan Soeharto yang menggunakan kontrasepsi sebaagai alat untuk mengatur organ reproduksi perempuan.
Akan lebih baik jika orang ikut mendukung keinginan untuk tidak memiliki anak dengan alasan ingin ikut merawat anak-anak dari keluarganya atau anak-anak yang terlantar dengan mengadopsi atau menyantuni mereka. Dengan demikian orang akan menemukan hal yang dapat disepakati bersama. Atau misalkan mencontoh sufi perempuan Rabia Al Adawiyya yang tidak memiliki anak dan mengabdi hidupnya untuk memperdalam agama.
Sebenarnya saya mungkin sudah lama menggunakan narasi alternatif dalam kampanye saya, tapi saya tidak pernah tahu rumusnya. Saya sering membuat konten tanpa alur dan analisa yang mendalam. Lokakarya ini membantu memberikan kerangka yang jelas dalam menyampaikan komunikasi yang efektif dan lebih dapat diterima banyak orang.
Lokakarya ini dilaksanakan selama dua hari. Di hari terakhir kami mempresentasikan konten yang kita hasilkan dari diskusi dan pelatihan dalam mengenali narasi negatif hingga membentuk narasi alternatif. Ada ragam konten yang dihasilkan dari para peserta yaitu berupa reel/tiktok, unggahan carousel di Instagram hingga artikel. Lokakarya ini juga bisa dijadikan sebagai bahan untuk pidato.
Awalnya saya kira lokakarya ini hanya untuk dewasa milenial, namun ternyata lokakarya ini tidak punya batasan usia. Pesertanya dari ragam latar belakang, salah satunya adalah dari seorang pendeta berusia 55 tahun, adapula seorang ibu rumah tangga yang menjadi pegiat perdamaian di tempat tinggalnya. Walaupun lokakarya ini dilaksanakan secara daring, namun tidak menutup interaksi dan keefektifasan dari materi dan pelatihan yang disampaikan. Hanya saja saya mengharapkan bisa bertemu langsung dengan ragam peserta yang juga berasal dari akar rumput.
Untuk kamu yang tertarik mengadakan lokakarya ini di tempat kerjamu atau membbutuhkan bahan untuk mempelajari bagaimana kamu bisa menyusun narasi yang lebih bbaik, kamu dapat menghubungi Wahid Foundation atau kamu bisa mengunggahnya buku panduan MENYUSUN KONTRA-NARASI DAN NARASI ALTERNATIF UNTUK TOLERANSI DAN PERDAMAIAN.