Tidak Menikah Itu Normal, Sebagaimana Mereka yang Menikah
Artikel ini pertama kali diterbitkan di Voxpop pada tanggal 24 Oktober 2020.
Hingga hari ini agaknya sulit menjelaskan tentang relasi tanpa status resmi. Maksudnya menjalin hubungan cinta kasih yang tidak diikat dengan pernikahan.
Di mata hukum, orang yang hanya pacaran dianggap sebagai warga negara berstatus lajang dan tak memiliki tanggungan. Padahal, belum tentu. Dia bisa saja menanggung kehidupan orangtua, adik, atau kakaknya.
Namun, hubungan pacaran ini sering tidak diakui oleh banyak orang dan dianggap tidak valid, apalagi jika tidak memiliki tujuan untuk menikah.
Jika ditanya apakah saya mau dan akan menikah kelak? Jawabannya mungkin saja. Bagaimanapun, kemungkinan selalu ada. Kalau memang bertemu orang yang cocok dan waktunya tepat, kenapa tidak? Tapi, jika sekarang tidak ingin menikah, meskipun memiliki pasangan yang cocok, ya buat apa menikah?
Tentu banyak alasan mengapa sebagian orang tidak ingin menikah. Biasanya terkait kestabilan finansial dan jenjang karier. Bukankah kalau menikah harus benar-benar siap, termasuk dua faktor tersebut? Tapi, apa respons kebanyakan orang? Sering kali mereka berkomentar, “Gak ada orang yang benar-benar siap menikah, nanti juga siap sendiri.” Atau, “Udah siap-siapin aja, nanti juga ada rezekinya sendiri kok.”
Padahal, menikah adalah keputusan besar yang bisa mengubah pola hidup seseorang. Dan, setiap keputusan besar harus didasari pertimbangan yang matang, betul? Sebab itu, orang yang memutuskan tidak menikah untuk sementara waktu maupun selamanya mesti dihargai. Tidak perlu dipaksa-paksa. Lha, itu pernikahan atau mau kerja rodi?
Belum tentu segala permasalahan bisa dibicarakan dengan pasangan setelah menikah. Malah bisa menjadi sumber konflik. Ujung-ujungnya kekerasan, kan runyam. Jadi, orang yang belum atau tidak mau menikah bukan manusia egois, justru berpikir untuk kebaikan bersama jika memang kelak menikah.
Namun, tetap saja, banyak orang yang kerap memperdebatkan masalah siap atau tidak siapnya seseorang, terutama perempuan, dalam urusan ini. Perempuan selalu saja dibuat merasa bersalah, jika ia memilih untuk tidak menikah. Dianggap egois alias hanya mementingkan diri sendiri. Seolah-olah takdir perempuan hanya untuk menikah dan seakan-akan tidak ada keinginan atau opsi lain.
Tidak semua hubungan cinta harus berujung pada pernikahan, karena pernikahan bukanlah tujuan utama hidup. Semisal ada yang nanya, “Apa tujuan utama hidupmu?” Lalu, kamu jawab, “Menikah!” Lha, kan aneh.
Menikah atau tidak adalah pilihan. Tidak menikah merupakan sesuatu yang normal, sebagaimana mereka yang menikah.
Jangan salah, menjalin hubungan cinta dengan seseorang – bahkan tanpa ikatan pernikahan sekalipun – bukan berarti hubungan itu menjadi sia-sia. Sebab, ketika kamu berelasi dengan pasangan, kamu tidak hanya belajar untuk mengenal dan beradaptasi dengan orang lain, tapi juga belajar untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Dengan begitu, kamu bisa berbenah dan upgrade ke tingkat yang lebih baik.
Lantas, bagaimana jika suatu saat hubungan berakhir? Ya otomatis proses yang dijalani selama ini menjadi bekal untuk menjalani hubungan berikutnya. Tentunya kamu menjadi semakin paham apa sebetulnya yang kamu inginkan dari pasangan. Kalau pasangan menganggap kamu tidak berharga, udah putusin aja.
Jadi, waktu yang dihabiskan untuk menjalin hubungan cinta kasih, walaupun tidak berakhir pada pernikahan, tetap memiliki makna karena merupakan pelajaran yang berharga dalam hidup.
Saya pun tidak akan merasa sia-sia, jika memang nantinya tidak menikah dengan pasangan. Tentu yang tahu betul kebutuhan saat ini ya masing-masing orang. Bukan keluarga, teman, apalagi tetangga.
Dalam hidup ini, penting lho bagi perempuan maupun lelaki untuk mengetahui secara persis apa yang diinginkan dalam hidup, termasuk hubungan asmara. Jika memang tidak sejalan, mungkin ada baiknya tidak dipaksakan. Saatnya kita menormalisasi orang-orang yang memutuskan tidak menikah untuk sementara waktu ataupun selamanya.
Seorang ayah dari dua putri likuran tahun berkata, “Soal menikah apa nggak itu masalah kalian karena kalian sudah dewasa. Kehidupan kalian ya milik kalian.”
Kedua putrinya tersenyum lega. Bergantian mereka bilang terima kasih. Lalu menyeruput kopi.