Perspektif

Kartini dan Pandemi, Perempuan Bisa Lakukan 5 Hal

Bosan sekali ketika mendengar perayaan Hari Kartini yang cuma seputar hari diskon bagi perempuan dan segala hal yang dianggap feminin. Di tengah pandemi Covid-19, kita tetap bisa melakukan berbagai hal agar peringatan Hari Kartini nggak gitu-gitu aja.

Tentunya kita tidak perlu mengadakan acara yang mendatangkan banyak orang, tak perlu juga mengeluarkan banyak uang dan tenaga. Kita tetap bisa merayakan Hari Kartini #DiRumahAja dengan lima hal berikut ini:

  • Belajar tentang kesehatan reproduksi

Kartini wafat beberapa hari setelah melahirkan. Ini menjadi pertanda bahwa ia mengalami berbagai komplikasi paska melahirkan. Ketika itu, belum ada layanan kesehatan yang memadai, sehingga banyak perempuan yang meninggal.

Hingga hari ini, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 305 per 1.000 kelahiran hidup – berdasarkan data selama 2018 hingga 2019. Berbeda dengan Malaysia yang sekitar 17 kematian per 1.000 kelahiran. Angka kematian yang masih tinggi di negeri ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan masyarakat masih terbatas, terutama di daerah-daerah. Terlebih, di tengah wabah Covid-19, perempuan hamil mengalami dilema karena ia akan kesulitan mengakses layanan prenatal.

Nah, sekarang ambil kaca, lalu taruh kaca tersebut di depan organ kelamin – sambil buka gambar anatomi organ reproduksi untuk mengetahui nama-nama bagian organ dan mempelajarinya lebih lanjut.

  • Dukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Salah satu tragedi yang dialami Kartini adalah fakta bahwa ia dijodohkan dan dinikahkan dengan orang yang tak ia kenal. Dengan berbagai negosiasi, ia menerima lamaran walaupun dengan berat hati. Jika itu terjadi hari ini, maka itu adalah pemaksaan perkawinan – satu dari sembilan bentuk kekerasan seksual, menurut Komnas Perempuan.

Bahkan, 116 tahun setelah kematian Kartini, masih ada yang mengalami kawin paksa. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019, berdasarkan data penyebab perceraian yang dikumpulkan oleh Pengadilan Agama (PA), sebanyak 862 kasus perceraian di antaranya cerai karena kawin paksa. Itu yang terdata oleh PA dan Komnas Perempuan, bagaimana dengan kasus kawin paksa yang tidak tercatat?

Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi undang-undang (UU) akan mengisi kekosongan hukum dalam kasus kawin paksa. Nah, kita bisa mengunggah foto dengan tulisan #SahkanRUUPKS, lalu tag ke anggota DPR.

  • Mencoba jadi vegetarian

Mumpung lagi #DiRumahAja, coba deh sekali-kali membuat masakan vegetarian. Dalam sebuah surat yang ditulis untuk Ny RM Abendanon-Mandri, Kartini menyebutkan bahwa ia pantang makan daging dan hanya memakan tanaman.

Bagi Kartini, menjadi vegetarian adalah doa. Menjadi vegetarian adalah bentuk perlawanan atas penyiksaan terhadap hewan yang diternakkan secara paksa dan dibunuh secara brutal.

Namun, vegetarianisme tidak bisa dipaksakan dan bukan sekadar tren belaka. Sebab, tak semua orang mampu menjadi vegetarian dan harus memperhatikan konteks sosial. Jadi, kalau vegetarianisme dipaksakan – terlebih menggunakan cara kekerasan – itu akan bertolak belakang dengan nilai-nilai vegetarianisme yang menolak kekerasan terhadap makhluk hidup.

  • Refleksi diri dan menulis

Surat-surat Kartini selalu merupakan bentuk refleksi dari apa yang dialami dan dipikirkannya. Refleksi berangkat dari pengalamannya. Ia tidak pernah mengawang-awang kalau menulis dan selalu mengisahkan tentang kejadian yang dialaminya dan perempuan-perempuan di sekitarnya. Dengan begitu, pesan dan gagasan yang hendak dia sampaikan sangatlah jelas.

Sayangnya, panggung untuk penulis perempuan masih minim sekali, sehingga penulis perempuan jarang mendapatkan sorotan. Belum lagi, minimnya perhatian penerbit terhadap penulis perempuan.

  • Membeli dan membaca karya penulis perempuan

Tak hanya menulis, kita bisa saling mendukung sesama perempuan dengan membeli karya mereka. Dengan membeli dan membacanya, kita turut menyuburkan dan memelihara pemikiran perempuan. Dengan demikian, pemikiran perempuan terus terawat dan dikenal oleh banyak orang.

Tatkala panggung pemikiran diisi oleh lelaki dan ilmu pengetahuan yang falogosentris atau berpusat pada pandangan lelaki, pengetahuan yang dihasilkan berdasarkan pengalaman perempuan juga harus diangkat. Sebab, pada dasarnya, ilmu yang falogosentris akan menghasilkan ketimpangan karena tidak memerhatikan kebutuhan dan pengalaman perempuan.

Nah, sudah tahu kan, apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengenang, merayakan, dan meneladani Kartini di tengah arahan #DiRumahAja karena pandemi Covid-19?

Tentunya, masih banyak cara kreatif lainnya. Lima hal tadi berangkat dari pengalaman Kartini sendiri yang hingga hari ini masih banyak perempuan yang mengalami ketimpangan serupa.