Berani Menentukan Apa Yang Terbaik Untuk Diri Kita
Kita cenderung sekali memberikan label gagal ketika orang dipecat atau memutuskan berhenti dari sebuah pekerjaan. Namun ketika orang berhasil mencapai suatu capaian, kita punya banyak kata kiasan untuk mengungkapkannya. Padahal bisa jadi ketika suatu hal tak berjalan semestinya, kita menemukan makna baru.
Saya berangkat ke Bali karena saya memutuskan untuk menerima sebuah pekerjaan dimana saya harus kerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore sebagai strategis media sosial di sebuah perusahaan yang sedang merintis. Sebagai seorang dokter gigi sebelumnya, tentunya saya tidak memiliki waktu kerja yang tetap. Pekerjaan ini sebagai seorang strategis saya tempuh karena pengalaman saya meraih pengikuti di media sosial secara organik. Dan pekerjaan ini menjadi pengalaman saya yang pertama dimana saya kerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Hal ini menjadi pengalaman baru bagi saya.
Selang 1.5 bulan, saya memutuskan untuk mengundurkan diri karena alasan profesional yang sangat personal. Perusahaan pun setuju untuk membiarkan saya pergi. Saya tak masalah dengan hal tersebut. Hanya saja sebagian dari diri saya merasa sedikit gagal, namun sebagain lagi saya merasa lega dan bangga atas diri saya sendiri.
Saya akhirnya merasa saya sanggup untuk mengenali nilai dan perlakuan yang berhak saya dapatkan dalam sebuah pekerjaan. Saya merasa bahwa saya mampu untuk mengenali potensi yang ada di dalam diri saya sendiri. Saya juga mengenali kebutuhan saya untuk berkembang dalam ranah profesional dan tumbuh sebagai orang yang memiliki ketrampilan yang dibutuhkan sesuai masa depan saya.
Menurut saya ini menjadi pelajaran yang berharga buat saya.
Tentu asumsi akan ada selalu ada. Mungkin orang akan berkata saya tidak punya nyali, saya pemalas, dan saya tidak punya kemampuan. Tetapi untuk berani mengatakan tidak pada suatu kondisi yang membuat saya tak berkembang serta kemampuan untuk mengubah nasib dan memutar pilihan hidup adalah hal yang saya pelajari dalam proses saya bekerja.
Tidak semua orang memiliki keistimewaan ini. Banyak orang akan bertahan dalam suatu pekerjaan karena pekerjaan tersebut menjadi satu-satunya sumber penghasilan dan penghidupan mereka, dan itu tidak salah. Namun ketika kita tahu kita layak mendapatkan yang terbaik maka kita harus belajar untuk melepaskan hal yang membuat kita merasa terbelenggu dan berani menghadapai ketidakpastian.
Ketidakpastian dalam menghadapi pekerjaan merupakan hal yang menakutkan. Kita hidup di tengah ambang ambang. Terasa seperti perahu yang terombang ambing di tengah laut yang sepi dan tenang tanpa arah dan tujuan.
Saya tidak menyesali proses saya dalam 1.5 bulan di tempat kerja tersebut dan 2 bulan di Bali. Justru saya bersyukur telah melaluinya. Pengalaman saya menghantarkan saya bertemu dengan ragam orang. Saya memiliki teman-teman yang sanggup memberikan makna baru terhadap apa yang saya temukan dan lalui. Teman perempuan saya yang lebih senior bahkan menunjukkan saya bahwa banyak hal yang bisa diraih dan lakukan. Hal ini saya jadikan peluang untuk berjejaring.
Perasaan merasa sedikit gagal akan selalu ada tampaknya. Saya memutuskan untuk menerima rasa kecewa itu sendiri dan menyadari kekurangan saya. Tapi saya ubah itu agar menjadikan saya pribadi yang percaya diri dengan kebutuhan dan kompetensi saya.
Saya berproses untuk menjadikan pengalaman ini sebagai upaya untuk mengenali diri saya lebih dalam lagi. Dan sebagai seseorang yang menyuarakan pentingnya hak dan upah layak, saya mulai menyadari bahwasannya ada banyak hal dalam dunia kerja yang luput kita sorot namun berkaitan erat dengan kesejahteraan seseorang ketika kita bekerja.
Bekerja bukanlah soal kita kerja dan mendapatkan uang, namun bagaimana kita berproses dan berkembang dalam mensejahterakan diri kita.